Blog ini masih dalam tahap pengembangan. Beri Masukkan!

Surat : Media Komunikasi yang Sudah Terasingkan

Foto oleh KoolShooters dari Pexels

 
“Entar aku sampaikan pesannya pakai surat ya!”


What is a letter? Surat menjadi salah satu modul pembelajaran yang ada dalam pelajaran bahasa Indonesia, terutama surat pribadi pada waktu SMP, eits... waktu SMK beda lagi, suratnya sudah mulai untuk digunakan melamar kerja. Buat apa belajar surat jika informasi bisa disampaikan secara langsung, ujar siswa meluapkan alasannya. Untuk apa juga belajar surat jika sudah ada gadget yang bisa menyampaikan informasi lebih cepat (bisa mengirim pesan teks, audio, bahkan video), termasuk untuk meminimalisir kertas. Alasan itu semua menjadi penguat bagi mereka bahwa belajar surat itu sudah tak berfaedah lagi.

Padahal jika mengulik dari sejarah, surat menjadi media awal komunikasi peradaban manusia. Kegiatan surat-menyurat di Indonesia itu telah dimulai jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa, yakni pada masa Kutai, Tarumanegara, Majapahit, Pajajaran, Sriwijaya, dan Mataram. Btw, bentuk suratnya juga masih sederhana loh, yaitu berupa kulit kayu, potongan bambu, daun lontar atau kulit binatang.

Lantas, bagaimana kondisi sekarang dengan adanya gadget surat menyurat pun mulai lenyap, hanya masih ada di beberapa lembaga saja, itupun sudah mulai dipindahkan ke surat elektronik. Ketika Arab menawan beberapa prajurit Cina. Keselamatan tawanan dijamin apabila tawanan membuka rahasia pembuatan kertas. Sejak saat itu, kertas lah yang menjadi simbol ilmu pengetahuan. Muncullah jargon “tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina” menjadi kunci motivasi untuk belajar. Berbagai ilmuwan mulai dari matematikawan, astronomi, bahkan ahli filosofi, itu terlahir dari teknologi kertas.

Tergulung oleh fitur digital, surat menyurat menjadi sebuah transisi ke dalam gadget yang begitu singkat dan cepat. Sehingga pelajaran surat menyurat pun menjadi bosan, karena tak ada aplikasinya, btw kecuali untuk nilai raport ya! Dampaknya, siswa sudah mulai berkurang untuk berekspresi melalui tulisan di atas secarik kertas, walaupun ada hanya dengan fitur digital yang sudah ada, siswa pun tinggal CTRL+C lalu CTRL+V (alias copas), itu semua sudah pindah hanya beberapa detik untuk berekspresi di sosial media.

Dulu tukang pos lewat dan bersuara “kring...kring...kring...” dimana tukang pos mampir hanya untuk mengantarkan selipat amplop berisi surat yang sudah jauh-jauh hari dirindukannya. Namun, apa daya sekarang itu semua sudah tidak ada, “tok...tok...tok... Pakeeeeeettt” eh ternyata bukan surat, tapi paket!

Mulai sekarang surat sudah bukan menjadi titik pengetahuan, bukan hal yang paling berkesan selama berkomunikasi, surat juga bukan sarana untuk berekspresi tapi sudah diganti dengan ¬ig story, surat pun bukan apa-apa dan bukan untuk siapa-siapa. Sadarlah, hanya sejarah yang masih menjadi jejak perkembangan media surat menyurat. Lantas, apakah pendidikan masih mau mempertahankan pelajaran surat menyurat?

Let's wait and see!

Post a Comment